Langit gemuruh dengan teriakan sang petir
Bergelora membahana membuat hati getir
Langitpun menagis tersedu-sedu
Melihat wajah bumi berwajah sendu layu
Lalu jejak langkah hujan mengisi jalanan
Diikuti geliat air mengisi celah-celah rerumputan
Berbinar wajah tanah
Yang terlihat tua dan pecah-pecah
Menjadi muda lagi ia
Setelah datang kekasihnya
Daun menguning sampaikan selamat jalan
Kepada anak-anaknya yang masih dalam timangan
Dihanyutkan tubuhnya
Oleh barisan air yang sedang melewati rumahnya
Semua kembali memuda
Baik tanah maupun rerumputan
Semua bernyanyi ceria
Setelah berperang dengan kemarau panjang
Namun ada saja Yang murung tak karuan
Langit mendung seperti hatinya yang temaram
Tak terima ia pada hujan
Mengumpat “ah sialan!”
Ditubuhnya jas hujan ia sematkan
Dengan wajah cemberut ia lanjutkan perjalanan
Berkata, lagi-lagi ia berkata
“Basah semua jadinya”
Dasar! Apa maunya?
Ketika matahari menuakan tanah
Ia menangis meminta kemurahan Tuhan
Tapi saat Tuhan menjawabnya dengan hujan
Ia malah mengeluh dan tak berbenah
Dasar! Sekarang apa pintanya?